BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa
dan proses mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu contoh
(paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada inderawi yang selalu
berubah dan dunia idea yang tidak pernah berubah. Idea merupakan sesuatu yang
obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya memberikam dua
pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea; inilah pengenalan yang sebenarnya.
Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan
bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak
relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut doxa
(pendapat), dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat
dicapai dengan panca indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa
mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta
rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang ada-ada-nya Parmenides. Keduanya benar,
dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan dunia idea tidak pernah berubah
dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran terdapat
kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada
sebelum hidup di bumi.
Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra
eksistensi dimana ia memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya ini, Plato
lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah
pengingatan (anamnenis) terhadap idea-idea yang telah dilihat pada waktu
pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara.
Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan
jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian
tentang negara. Tetapi jasanya terbesar adalah usahanya membuka sekolah yang
bertujuan ilmiah.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan realisme?
2.
Apa saja bentuk-bentuk
aliran realisme?
3.
Bagaimana konsep
filsafat menurut aliran realisme?
4. Bagaimana hubungan realisme
dan pendidikan?
5.
Bagaimana implikasi realisme
dalam pendidikan?
6. Siapa saja filosof-filosof
filsafat pendidikan realisme?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut,
tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui
:
1.
Pengertian realisme.
2. Bentuk-bentuk
aliran realisme.
3. Konsep
filsafat menurut aliran realisme.
4. Hubungan realisme dan
pendidikan.
5. Implikasi
realisme dalam pendidikan.
6. Filosof-filosof
filsafat pendidikan realisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Realisme
Realisme
adalah filsafat yang timbul pada jaman modern dan sering disebut “anak” dari
naturalisme. Dengan berpandangan bahwa objek atau dunia luar itu adalah nyata pada
sendirinya, realisme memandang pula bahwa kenyataan itu berbeda dengan jiwa
yang mengetahui objek atau dunia luar tersebut. Kenyataan tidak sepenuhnya
bergantung dari jiwa yang mengetahui, tapi merupakan hasil pertemuan dengan
objeknya orang dapat memiliki pengetahuan yang kurang tepat mengenai banda atau
sesuatu hal yang sesungguhnya, tetapi sebaliknya dapat memiliki gambaran yang
tepat mengenai apa yang nampak. Maka dari itu pengamatan, penelitian dan
penarikan kesimpulan mengenai hasil-hasilnya perlu agar dapat diperoleh
gambaran yang tepat secara langsung atau tidak langsung mengenaisesuatu.
Realisme
merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berbeda
dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis. Realisme berpendapat
bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.
Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan
mengetahui di satu pihak, dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar
manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.
Realisme
suatu aliran lahir di Eropa dalam abad ke-16/17 yang menunjukkan keinginan
untuk mengetahui segala sesuatu dalam alam. Ini berarti beralihnya perhatian
dari pelajaran-pelajaran tentang manusia kepada realita. Ini berarti pula
kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan alam.
Menurut Realisme, kualitas nilai tidak
dapat ditentukan secara konsepsuil terlebih dahulu, melainkan tergantung dari
apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subjek tertentu dan
selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut.
Para penganut realisme mengakui bahwa
seseorang bisa salah lihat pada benda- benda atau dia melihat terpengeruh
oleh keadaan sekelilingnnya. Namun, mereka paham ada benda yang dianggap
mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang tetapkendati diamati.
Sebagai aliran filsafat, realisme
berpendirian bahwa yang ada yang ditangkap pancaindra dan yang konsepnya
ada dalam budi itu memang nyata ada.
Contohnya:
·
Batu di jalan membuat
ban sepeda motor kita kempes, baru dialami memang ada.
·
Tebu yang rasanya manis
tanpa memakai tambahan gula, justru dapatmenghasilkan gula. Hal ini memang ada
dan nyata.
·
Kucing yang dilihat
mencuri lauk di atas meja makan betul-betul ada danhidup dalam rumah keluarga
itu.
2.2 Bentuk-Bentuk Aliran Realisme
1.
Realisme
rasional
Realisme
dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme
religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama
kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius terutama
Scholatisisme oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam
membahas teologi gereja. Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama
Kristen, yang disebut Tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh
Neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme
Klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan
berada di luar pikiran (ide) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme
berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh tuhan, dan jiwa lebih
penting daripada materi karena tuhan adalah rohani yang sempurna. Thomisme juga
mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu perpaduan atau kesatuan materi dan
rohani, dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab
untuk bertindak, namun manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan
mengasihi pencipta, karena itu, manusia mencari kebahagiaan abadi.
a.
Realisme
Klasik
Realisme
klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik
berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki rasional. Dunia dikenal
melalui akal, dimulai dengan prinsip “self
evident”, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self evident merupakan hal yang penting
dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian tentang
realitas dan kebenaran sekaligus. Self
evident merupakan suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu
sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan asas untuk
mngerti kebenaran dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi
pengetahuan artinya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada didalam
pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan
tentang Tuhan, sifat-sifat tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self
evident. Artinya, bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti
lain, sebab Tuhan itu self evident. Sifat tuhan itu Esa, artinya Esa hanya
dimiliki oleh Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut.
Eksistensi Tuhan merupakan prima kausa, penyebab pertama dan utama dari segala
yang ada, yakni merupakan penyebab dari realitas alam semesta. Sebab, dari
semua kejadian yang terjadi pada alam semesta. Tujuan pendidikan bersifat
intelektual. Memperhatiakan intelektual adalah penting, bukan saja sebagai
tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Bahan
pendidikan yang esensial bagi aliran ini, yaitu pengalaman manusia. Yang
esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman
manusia. Kneller (1971) mengemukakan bahwa realisme klasik bertujuan agar anak
menjadi manusia bijaksana, yaitu seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan
baik terhadap lingkungan fisik san sosial.
Menurut
Aristoteles, terdapat aturan moral universal yang diperoleh dengan dengan akal
dan mengikat manusia sebagai makhluk rasional. Di sekolah lebih menekankan
perhatiannya pada mata pelajaran (subject
matter), namun, selain itu, sekilah harus menghasilkan individu-individu
yang sempurna. Menurut pandangan Aristoteles, manusia sempurna adalah manusia
moderat yang mengambil jalan tengah. Pada anak harus diajarkan ukuran moral
absolut dan universal, sebab apa yang dikatakan baik atau benar adalah untuk
keseluruhan umat manusia, bukan hanya untuk suatu ras atau suatu kelompok
masyarakat tertentu. Hal ini penting bagi anak untuk mendapatkan kebiasaan
baik. Kebaikan tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari.
b.
Realisme
Religius
Realisme
religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ia berpendapat bahwa terdapat dua
order yang terdiri atas “order natural” dan “order supernatural”. Kedua order
tersebut berpusat pada Tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi.
Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang
abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat
dalam alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan
filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana
belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Menurut
pandangan aliran ini, struktur sosial berakar pada aristokrai dan demokrasi.
Letak aristokrasinya adalah paada cara meleakkan kekuasaan pada yang lebih tahu
dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya berarti bahwa setiap orang diberi
kesempatan yang luas untuk memegang setiap jabatan dalam struktur masyarakat.
Hubungan antara gereja dan negara adalah menjaga fundamental dasar dualisme
antara order natural dan order supernatural. Minat negara terhadap pendidikan
bersifat natural, karena negara memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan
dengan gereja. Moral pendidikan berpusat pada ajaran agama. Pendidikan agama
sebagai pedoman bagi anak untuk mencapai Tuhan dan akhirat.
Menurut
realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai
ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai ciptaan Tuhan.
Tujuan utama pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan
pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik,
bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisik dan sosial saja.
William Mc Gucken (Brubacher, 1950), seorang pengikut Aristoteles dan Thomas
Aquina yang berakar pada metafisika dan epistemologi, membicarakan pula natural dan supernatural. Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau kebahagiaan
jasmani dan rohani sekaligus. Anak yang
lahir pada dasarnya rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan
nilai-nilai ketuhanan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan
hanya karena perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
Johan
Amos Comenius merupakan pemikiran pendidikan yang dapat digolongkan pada
realisme religius, mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk
mencapai dua tujuan. Pertama, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi.
Kedua, keadaan dan kehidupan dunia yang sejahtera dan damai. Tujuan pertama
merupakan tujuan yang inheren dalam
diri manusia, di mana tujuannya terletak di luar hidup ini. Pada tujuan yang
kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan perdamaian dunia merupakan
sebagian dari kebahagiaan hidup yang abadi.
2.
Realisme
natural ilmiah
Realisme
natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem
saraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan
sosial (social dispossition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang
sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya.
Kebanyakan penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (free
will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh
akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang
tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat).
3.
Neo
Realisme dan Realisme Kritis
Selain
aliran-aliran realisme, masih ada lagi pandanga lain yang termasuk realisme.
Aliran tersebut disedut “Neo Realisme” dari Frederick Breed, dan “Relisme
Kritis” dari Imanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan
hendaknya harmoni dengan prinsip demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah
hormat menghormati atas hak-hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus
diartikan sebagai menerima arah tuntunan sosial dan individu. Istilah demokrasi
harus di definisikan sebagai pengawasan dan kesejahteraan sosial.
Realisme
kritis di dasarkan atas pemikiran Imanuel Kant, seorang pensistensis yang
besar. Ia mensistensiskan pandangan yang berbeda antara empirisme dan
rasionalisme, antara skeptisisme dan paham kepastian antara eudaemonisme dengan
puritanisme. Ia bukan melakukan elektisime yang dangkal, melainkan suatu
sintesis asli yang menolak kekurangan yang berada pada kedua pihak yang
disentiskannya, dan ia membangun filsafat yang kuat.
Adapun
bukti-bukti adanya realitas yang objektif ini dimajukan sebagai berikut :
1. Apa-apa
yang terdapat pada pengalaman dalam dan luar itu memberikan sebab yang harus
berupa realitas (bukti kausal).
2. Pengalaman
yang tidak kita kehendaki sendiri (jadi bukan fantasi) tak mungkin jika taj ada
hal-hal di luar kita (bukti substrat).
3. Adanya
hal-hal sebelum adanya pengalaman itu mengharuskan adanya hal-hal itu tidak
tergantung dari pengalaman (bukti kontiunitas).
Menurut
Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semuanya
dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indra namun pikiran atau rasio dan
pengertian yang diperoleh dari pengalaman tersebut. Aliran filsafat realisme
berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat
dari kebenaran.
2.3 Konsep filsafat menurut aliran realisme
1.
Metafisika-realisme; Kenyataan yang
sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material
dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai
kenyataan (pluralisme);
Metafisika realitas
merupakan sisi lain idealisme.
Jika ontologis idealisme
selalu merujuk bahwa yang ada adalah yang ideal atau sesuatu yang ada dan bisa
difikirkan, sebaliknya realisme justru meyakini bahwa yang ada adalah sesuatu
yang bisa teramati oleh indra. Dalam pandangan tersebut realism menjadikan
indra atau pengamatan sebagai instrument atau epistemology dalam memperoleh
pengetahuan serta kebenaran. Para realis, termasuk Bacon, memandang bahwa ilmu
pengetahuan bukanlah suatu titik tempat bertolak dan mengambil kesimpulan
darinya, melainkan ilmu pengetahuan sesuatu tempat sampai ketujuan. Untuk
memahami dunia, orang mesti “mengamati”-nya. Kemudian mengumpulkan fakta , lalu
membuat kesimpulan berdasar kepada fakta-fakta itu dengan cara membuat
argumentasi induktif yang logis.
Di sini bagi seorang
realis, seribu kali sekalipun, akal memiliki idev tentang sesuatu hal. Akan
tetapi, jika ia tidak bisateramati oleh indra, sesuatu itu bukanlahsesuatu yang
ada. Dalam banyak pengamatan, common sense menjadi epistemologi filsafat
realisme. Cerapan indrawi menjadi sarana utama untuk memperolehnya.seorang W.E
Hocking dengan nada sarkastiknya membuat pernyataan, betapa sebagai watak umum
dari akal, realisme adalah sebuah kecenderungan untuk menjaga diri dan
preferensi hidup agar seseorang tidak mencampuri putusan tentang segala sesuatu
dan membiarkan objek-objek berbicara untuk dirinya.
2.
Humanologi-realisme; Hakekat manusia
terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme
kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir;
3.
Epistemologi-realisme; Kenyataan
hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia,
dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta;
Realisme berpandangan
bahwa mengetahui itu sama artinya dengan memiliki pengetahuan tentang suatu
objek. Kognisi atau hasil mengetahui itu melibatkan interaksi antara pikiran
manusia dan dunia di luar pikiran manusia. Bagi kaum realis,
mengetahui adalah dua buah sisi proses yang melibatkan sensasi dan abstraksi.
Proses ini sesuai dengan konsep realis tentang alam raya yang dualistic,
tersusun atas materi dan struktur (komponen dan forma). Bila sensasi
diperkenalkan dengan obyek dan memberi kita informasi tentang aspek material
dari obyek ini dan kemudian data masuk ke dalam pikiran kita seperti data yang
masuk kedalamprogram computer. Sekali masuk kedalam pikiran data sensori ini
dipilih dipilih den digolongkan dan didaftar. Melalui sesuatu proses
asbtraksi, akal sehat merangkai data dalam dua kategori besar, yang satu
sebagai sesuatu yang harus ada yang selalu ditemukan dalam sebuah objek dan
yang lainnya bersifat kontingen atau kadang-kadang ditemukan dalam sebuah
objek. Yang selalu hadir itulah yang harus ada atau esensial bagi objek,
disebut juga bentuk atau struktur. Bentuk adalah objek tepat dari abstraksi.
Dengan pendapatnya ini
juga, epistimologi kaum realisme disebut juga epistimologi “teori pengamat”
artinya manusia sebagai pengamat kenyataan. Karena kita semua biasanya terlibat
dalam proses mengetahui yang melibatkan sensasi dan abstraksi, “pengamatan”
kita dapat berkisar dari hal hal yang paling kasar sampai pengumpulan data yang
menggunakan cara-cara terlatih serta tepat akurat. Sebagai pengamat
kecil-kecilan dari kenyataan kita mulai dengan memilah objek dalam mineral,
tumbuhan dan hewan. Melalui perjalanan waktu, manusia telah mengembangkan alat
paling canggih seperti teleskop,
mikroskop,
dan lain lain.
4.
Aksiologi-realisme; Tingkah laku
manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada
taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang
telah teruji dalam kehidupan.
2.4
Realisme
dan Pendidikan
Pendidikan
dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john locke bahwa
akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena
itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu
agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian,
pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai sebagi upaya pelaksanaan psikologi
behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.
Murid
adalah sosok yang mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab ia dipandang
sama sekali tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan
berikan. Di sini dalam pengajaran setiap siswa akan subjek didik tak berbeda
dengan robot. Ia mesti tunduk dan takluk sepatuh-patunya untuk diprogram dan
mengerti materi-materi yang telah ditetapkan sedemikian rupa.
Pada
ujung pendidikan, realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan dibentuk untuk
hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common
sense sehingga mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang
ada. Sisi buruk pendidikan model ini kemudian cenderung lebih banyak
dikendalikan skeptisisme positivistik, ketika mereka dalam hal apa pun akan
meminta bukti dalam bentuk-bentuk yang bisa didemonstrasikan secara indrawi.
Realisme
memiliki pula jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah
dengan temuan gagasan Crezh, salah seorang pendidik di Mosenius pada abad ke-17
dengan karya Orbic Pictus-nya. Pada periode itu, temuan Orbic Pictus sempat
mengejutkan dunia pendidikan dan dipandang sebagai gagasan baru. Ini disebabkan
oleh paling tidak ada periode tersebut belum ada satupun yang memiliki
pemikiran untuk memasukkan alat bantu visual separti gambar-gambar perlu
digunakan dalam pengjaran anak, terutama dalam mempelajari bahasa. Diabad
selanjutnya, yaitu ke-18 menjelang abad 19, gagasan Moravi ini menginspirasi
seorang pestalozzi. Ia menghadirkan objek-objek peraga fisik dalam ruang
pengajaran di dalam kelas.
Corak
lain pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah kedalam
pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun
tidak semua pengaturan yang bersifat mekanistik buruk, apa yang diterapkan
realisme dalam ruang pendidikan melahirkan berbagai hal yang kemudian menuai
banyak kecaman sebab telah menjadi penyebab berbagai dehumanisasi.
2.5 Implikasi Realisme dalam Pendidikan
Ø Power
(1982) mengemukakan implikasi pendidikan
realisme sebagai berikut:
1.
Tujuan
Penyesuaian hidup dan
tanggung jawab sosial;
2.
Kurikulum
Komprehensif mencakup
semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis;
3.
Metode
Belajar tergantung pada
pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan
psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang
digunakan;
4.
Peran peserta didik
Menguasai pengetahuan
yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik
adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk
memperoleh hasil yang baik;
5.
Peranan pendidik
Menguasai pengetahuan,
terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta
didik.
Ø Implikasi
realisme dalam pendidikan sebagai berikut:
a.
Tujuah pendidikan
Aristoteles berpendapat bahwa pendidikan
bertujuan membantu manusia mencapai kebahagiaan dengan mengembangkan potensi
diri seoptimal mungkin agar manusia menjadi unggul. Rasionalitas manusia adalah
kekuatan tertinggi manusia yang harus dikembangkan melalui belajar berbagai
macam ilmu pengetahuan. Manusia harus pula memberanikan diri untuk mengenal
diri, melatih potensi dan mengintegrasikan berbagai peran dan tuntutan
kehidupan sesuai dengan tatanan rasional berjenjang.
b.
Konsep tentang sekolah
Setiap lembaga memilki peran khusus, seperti lembaga keluarga, lembaga gereja, demikian pula lembaga sekolah. Sekolah
adalah lembaga khusus yang misi utamanya adalah memajukan rasionalitas manusia.
Sebagai institusi formal, maka harus mempunyai guru yang kompeten ahli dalam
bidangnya dan mengetahui bagaimana cara mengajar kepada peserta didik yang
belum dewasa. Fungsi utama sekolah adalah pengembangan intelektual yang
efisien. Sedangkan yang lain hanya fungsi
sekunder, seperti fungsi reaksional, fungsi komunitas social dan lain lain.
Menggunakan sekolah sebagai agen layanan
sosial berarti membelokkan tujuan sekolah sehingga akhirnya sekolah menjadi
tidak efisien.
c.
Kurikulum
Kenyataan adalah obyek yang dapat
diklasifikasikan dalam kategori kategori berdasarkan kesamaan strukturnya. Ada berbagai disiplin ilmu berdasarkan kelompok ilmu yang
saling berkaitan untuk menjelaskan realitas. Setiap ilmu merupakan sistem konsep dengan struktur tersendiri. Struktur mengacu pada kerangka
konseptual dan makna serta generalisasinya yang menerangkan tentang kenyataan,
fisikal, alamiah, sosial, dan realitas manusia .
peran sarjana dan ilmuwan penting untuk menentukan
wilayah kurikulernya. Mereka ini tahu
batas keahliannya dan bidang garapannya. Mereka terlatih dengan metode inquiry yang merupakan cara efisien
dalam penemuan berdasarkan riset ilmiah.
Cara paling efisien dan efektif untuk memahami
kenyataan adalah belajar sistematis suatu disiplin ilmu. Maka, kurikulum
sebarusnya terdiri dari dua komponen dasar. Pertama, bidang ilmu tertentu
seperti sejarah, biologi, kimia, dan lain lain. Kedua ilmu tentang kependidikan
untuk membentuk kesiapan dan kedewasaan siswa.
Ajaran Pokok Realisme
a.
Kita hidup dalam sebuah dunia
yang di dalamnya terdapat banyak hal : manusia, hewan, tumbuhan, benda, dan sebagainya yang eksistensinya benar-benar nyata dan
ada dalam dirinya sendiri.
b.
Objek-objek kenyataan itu berada tanpa memandang harapan dan keinginan manusia.
c.
Manusia dapat menggunakan
nalarnya untuk mengetahui tentang obyek ini.
d.
Pengetahuan yang diperoleh
tentang obyek hukumnya dan hubungannya satu sama lain adalah petunjuk yang
paling diandalakan untuk tindakan tindakan manusia.
2.6
Filosof-Filosof
Filsafat Pendidikan Realisme
Adapun
filosof-filosof filsafat pendidikan realisme adalah:
1. Aristoteles
2. John
Amos Comenius
3. Wiliam
Mc Gucken
4. Francis
Bacon
5. John
Locke
6. Galileo
7. David
Hume
8. John
Stuart Mill.
Riwayat Filsafat
1.
Aristoteles
(384-322 SM)
· Universal
adalah konsep-konsep, bukan sesuatu (menolak Idealisme Plato).
· Penalaran
deduktif berdasarkan pengalaman sebagai metode sains danfilsafat.
· Dalam
ilmu pengetahuan, Aristoteles menghasilkan buku-buku dalam ilmu alam, biologi,
(Sejarah Hewan adalah prestasi ilmiah terbesarnya) dan psikologi (On the
Soul).
· Metafisika
Aristoteles menghasilkan pandangannya tentang Allah sebagai Penyebab Pertama,
pikiran murni, internal alam.
· Etika
adalah berkaitan dengan kebahagiaan individu; Politik adalah berkaitan
dengan kebahagiaan kolektif.
Filsafat
Realisme Aristoteles
Aristoteles (bahasa Yunani: ριστοτέλης,
Aristoteles) adalah seorang filosof Yunani, murid dari Plato dan guru dari
Alexander Agung. Dia menulis di banyak mata pelajaran, termasuk fisika,
metafisika, puisi, teater, musik, logika, retorika, politik, pemerintahan,
etika, biologi dan zoologi. Meskipun ia adalah murid Plato selama 20 tahun dan
sangat terpengaruh olehnya, ada dalam filsafatnya yang merupakan reaksi
terhadap pemikiran Plato dalam mendefinisikan Soul (jiwa), dia merasa perlu
untuk mempertimbangkan tingkat kehidupan yang berbeda:
a. Kehidupan
Tanaman tingkat terendah dimana hanya ditemukan kemampuan mencari gizi,
kekuatan menerima makanan.
b. Kehidupan
Hewan kemapuan mencari gizi dan kemampuan persepsi-menginginkan kemampuan dan
kekuatan penggerak.
c. Kehidupan
Manusia-memiliki kemampuan berpikir-hewan yang berpikir dan fungsi sejati
adalah hidup secara rasional.
Biografi Singkat
· Lahir
pada1225 di Aquino, Italia
· Imam
dari Gereja Katolik Roma dalam Ordo Dominikan dari Italia
· Berpengaruh
filsuf dan teolog dalam tradisi skolastik, yang dikenal sebagai Doctor
Angelicus dan Dokter communis (Salah satu dari 33 Doktor Gereja)
· Meninggal
pada tahun 1274 di Italia
· Mendirikan
Lyceum di Athena 334 SM,
· Menulis
27 dialog, untuk itu ia terkenal dizaman kuno, dan dianggap sejajar dengan Plato.
· Dikenal
dunia modern melalui catatan kuliah
· Aristoteles
Organon adalah kontribusi logika dan penalaran terdiri darienam buku
2.
Santo
Thomas Aquinas (1225-1274)
Biografi
Singkat
· Indra
adalah sumber pengetahuan. Bentuk Manusia universal, atau kategori, dari
berbagai persepsi tentang seperti benda.
· Percaya
pada pengetahuan melalui indra.
· Percaya
bahwa baik materi dan hakikat terikat di benda-benda fisik.
· Percaya
bahwa pengetahuan dimulai dengan rasa persepsi.
· Pengetahuan
dapat tumbuh di luar indra ketika alasan dunia diterapkan pada pengalaman
indrawi.
· Percaya
dalam menggunakan penalaran induktif untuk sampai padageneralisasi atau
universal.
· Dia
berpikir penyelidikan ilmiah yang didukung Thomas berjuang keras untuk menjawab
hubungan antara Tuhan dan substansi material darimana dunia itu dibuat.
· Jika
Tuhan adalah roh, maka sesuatu akan terpisah dari-Nya. Jawaban Saint Thomas
pada masalah ini bahwa Tuhan adalah sesuatu yang tanpa batas dan abadi, tidak
ada awal atau akhirnya. Oleh karena itu, benda ini tidak hidup pada waktu sama
dengan Tuhan di dalam kekekalan sebelum alam semesta ini dibuat. Tuhan
menciptakan sesuatu benda, dan pada materi utama, Tuhan menciptakan benda
tersebut yang merupakan unsure pokok yang membedakan dengan benda yang lainnya
dan berbeda dengan objek individu dimana dunia itu dibuat. Materi bukanlah
satu hal yang otomatis atau keberadaan yang tanpa sebab.
3.
John
Amos Comenius (1592 –1670)
John Amos Comenius (28 Maret 1592 -15
November 1670) seorang guru Ceko, ilmuwan, pendidik, dan penulis. Dia adalah
seorang Moravia (uskup) Protestan, pengungsi religius, dan salah satu pencetus
paling awal pendidikan universal, sebuah konsep yang akhirnya ditetapkan dalam
bukunya Didactica Magna. Ia sering dianggap sebagai FATHER OF MODERN EDUCATION.
Konsepsi menarik dari pemikiran Comenius
adalah realistis yang jelas, meski keyakinan religiusnya tidak
menyelaraskan dengan hal tersebut. Manusia bagaikan sebuah cermin yang
terpenjara dalam sebuah ruangan, yang merefleksikan gambaran-gambaran dari
semua yang ada disekitarnya, dan menjadi suatu figure hidup untuk menggambarkan
karakter dari pikiran. Kamar adalah duniayang eksternal.
4.
Rene
Descartes (1596-1650)
Biografi
Singkat
René Descartes (31 Maret 1596 – 11 Februari
1650), juga dikenal sebagai Renatus Cartesius (bentuk Latin), adalah seorang
filsuf Perancis, ahli matematika, ilmuwan, dan penulis yang menghabiskan
sebagian besar masa dewasanya di Republik Belanda Meninggal di Stockholm,
Swedia, di mana ia telah diundang sebagai guru untuk Ratu Christina dari
Swedia. Dia telah dijuluki sebagai "Bapak Filsafat Modern” . Adapun
filsafatnya:
·
Metode Menulis tentang
Metode dalam versi rasionalis pertama Discourseon Method (Metode
Pewacanaan).
·
Keraguan dan Keberadaan
Dia menulis tentang keraguan dan keberadaan pada Meditasi Filsafat Pertama.
·
Keseluruhan Filsafat
Cartesianism adalah bahwa pikiran terpisah dari tubuh dan bahwa tubuh dapat
lebih dipahami.
5.
Francis Bacon (Tokoh pada zaman realisme yang
pertama kali menerapkan metode induktif)
Ia
berkeyakinan bahwa pendidikan masa lalu (klasik) tidak bermanfaat bagi umat
manusia lagi. Apabila manusia ingin sampai pada kebenaran harus meninggalkan
cara berpikir deduktif dan beralih ke induktif. Dengan cara berpikir yang
analitik orang akan dapat membuka rahasia alam dan dengan terbukanya alam itu
kita sebagai bagian dari alam dapat menentukan sikap dan mengatur strategi
hidup. Artinya dengan terbukanya alam, kita manusia dapat belajar menyesuaikan
atau memanfaatkan alam dari hidup dan kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Realisme
merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berbeda
dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis. Realisme berpendapat
bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.
Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan
mengetahui di satu pihak, dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar
manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia. Adapun bukti-bukti
adanya realitas yang objektif ini dimajukan sebagai berikut :
1.
Apa-apa yang terdapat
pada pengalaman dalam dan luar itu memberikan sebab yang harus berupa realitas
(bukti kausal).
2.
Pengalaman yang tidak
kita kehendaki sendiri (jadi bukan fantasi) tak mungkin jika taj ada hal-hal di
luar kita (bukti substrat).
3.
Adanya hal-hal sebelum
adanya pengalaman itu mengharuskan adanya hal-hal
itu tidak tergantung dari pengalaman (bukti kontiunitas).
Pendidikan
dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john locke bahwa
akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena
itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu
agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian,
pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai sebagi upaya pelaksanaan psikologi
behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.
3.2 Saran
Sebagai calon guru kita sebaiknya
mengetahui hakikat dari aliran realisme, agar kita memiliki wawsan yang luas
tentang pendidikan. Dan dapat kita gunakan sebagai bahan kelak untuk mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Barnadib,
Imam. 1990. Filsafat Pendidikan Sistem
dan Metode. Yogyakarta : Andi Offset.
Gandhi
HW, Teguh Wangsa. 2011. Mazhab-Mazhab
Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
http//www.scribd.comdoc94393336Filsafat-Pendidikan-Realisme.htm
Poedjawijatna.
2002. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat.
Jakarta : Rineka Cipta
Poerbakawatja,
Soegarda dan Harahap. 1981. Ensiklopedia
Pendidikan. Jakarta : PT Gunung Agung.
Sadulloh,
Uyoh. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Sudarsono.
2001. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.
Jakarta: Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar