Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 25 Oktober 2012

Jurumiyyah

Matan Al-Ajurumiyah Kiat Mengenal Tata Bahasa Arab
KITAB
Berbahasa Arab menjadi tak lengkap tanpa menguasai ilmu nahwu. Bagi santri pondok pesantren (ponpes) Salafiyah (dahulu, tradisional), tentu sudah tidak asing dengan kitab Matan al-Ajurumiyah karya Syeikh Abu Abdillah Muhammad bin Dawud al-Shanhaji, yaitu sebuah kitab yang membahas ilmu tata bahasa Arab. Namun, kini, kitab tersebut juga banyak diajarkan di ponpes khalaf (terkini, modern).

Kitab ini menjadi pedoman bagi setiap santri ataupun bagi yang ingin mempelajari bahasa Arab secara lebih mendalam. Sebab, di dalamnya berisi tentang pengetahuan mengenai kedudukan sebuah kata atau kalimat dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, istilah tata bahasa Arab ini disebut dengan ilmu nahwu. Begitu pentingnya ilmu nahwu sehingga di kalangan santri muncul istilah, “Kalau mau pandai atau menguasai bahasa Arab, dia harus paham ilmu nahwu.”
Istilah tersebut bukannya tanpa alasan. Sebab, banyak orang yang bisa berbicara dalam bahasa Arab (muhadatsah) dengan rekannya (conversation), namun tidak menguasai ilmu tata bahasa Arab, terutama ilmu nahwu ini. Akibat tidak menguasai tata bahasa Arab dengan baik, seseorang yang hanya menguasai muhadatsah kemudian berbicara dengan orang yang menguasai tata bahasa Arab akan ditertawakan. Pasalnya, tata bahasa Arab yang digunakan itu menyimpang dari kaidah yang sesungguhnya sehingga menjadi kacau. Memang, secara harfiah, mungkin bisa dipahami maksudnya. Namun, dalam penulisan yang benar, terdapat kesalahan dalam menempatkan kaidah-kaidah tata bahasa Arab. Kalimat yang seharusnya dipergunakan untuk kemarin malah dipakai untuk kondisi sekarang. Karena itulah, seorang santri yang terbiasa berbicara bahasa Arab, seperti di pondok pesantren yang mewajibkan santrinya menggunakan bahasa Arab sebagai pengantar, masih mungkin banyak kesalahan dalam menggunakan kaidah bahasa Arab dibandingkan santri tradisional yang rutin mempelajari ilmu ini. Sebaliknya, bagi santri yang begitu hati-hatinya dalam menggunakan tata bahasa Arab, justru terkadang kesulitan saat melakukan muhadatsah (percakapan).

Seperti bahasa Inggris yang menggunakan grammar untuk tata bahasa, dalam bahasa Arab sangat banyak tata bahasanya. Ada ilmu nahwu, sharaf, balaghah, mantiq, dan sebagainya. Masing-masing ilmu itu saling berkaitan dalam penggunaan bahasa Arab yang baik. Karena itu, seseorang yang bisa berbahasa Arab belum tentu bisa menerjemahkan sebuah tulisan dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dengan baik tanpa memiliki ilmu tersebut.
Huruf Arab adalah huruf yang dipergunakan sebagai ejaan dalam bahasa Arab. Huruf Arab dipergunakan untuk menulis sebuah kata atau kalimat dalam bahasa Arab. Huruf-huruf Arab ini bisa disebut dengan huruf hijaiyah. Mengenai jumlah hurufnya, banyak ulama yang mengelompokkannya secara berbeda-beda, ada yang menyebut jumlahnya 28, 29, dan 30.
Kitab Ajurumiyah ini sengaja disusun untuk memudahkan seseorang mempelajari tata bahasa Arab. Dengan menguasai kitab ini, akan mudah bagi seseorang dalam menerjemahkan buku-buku atau kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab sesuai dengan makna yang diinginkan oleh pengarangnya. Begitu juga untuk memahami isi dan kandungan Alquran serta hadis Nabi Muhammad SAW yang menggunakan bahasa Arab. ”Sesungguhnya, kami menjadikan Alquran dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya.” (QS Alzukhruf (43): 3).
Bahasan kitab
Kitab Matan al-Ajurumiyah ini dimulai dengan kalimat Al-Kalamu huwa al-Lafzhu al-Murakkabu al-Mufidu bi al-Wadl’i (Kalimat (dalam bahasa Arab) adalah sebuah lafaz yang tersusun dan yang memberi makna (faedah) dalam bahasa Arab).
Kitab ini kemudian menjelaskan pembagian sebuah kalimat dalam bahasa Arab. Kalimat yang dijelaskan dalam kitab ini terbagi tiga, yaitu isim, fi’il, dan huruf.
Isim (kata benda) adalah kata yang menunjukkan benda, namanya, atau sifatnya. Dari segi lafaz, kata isim ditandai dengan kata yang dapat diawali dengan Alif-Lam (alif dan lam) atau diakhiri dengan tanwin atau harakat (baris) bawah (kasrah). Contohnya, Al-Madrasatu, Muhammadun, atau Lil-Muslimin.Yang termasuk kategori kata isim adalah kata ganti benda, kata ganti penunjuk, dan penghubungnya serta isim mashdar (kata kerja yang dibendakan) (Hidayat dkk, 1994). Isim dari segi jenisnya dibedakan menjadi dua, yaitu mu’annats (untuk menunjukkan perempuan atau nama benda yang sifatnya biasanya ditandai dengan ta’ marbuthah). Isim lainnya adalah mudzakkar (untuk menunjukkan jenis laki-laki). Dan, dilihat dari segi jumlah benda, isim ini dibedakan dalam tiga macam, yakni isim mufrad (jumlah tunggal), mutsanna (dua), dan jamak (lebih dari dua).

Selain isim, kitab Matan al-Ajurumiyah ini juga membahas fi’il (kata kerja). Fi’il ini dibagi lagi menjadi tiga macam, yaitu fi’il madli (bentuk lampau, past tense), fi’il mudlari’ (sekarang dan sedang terjadi, continuous tense), dan fi’il amr (akan datang). Fi’il amr ini adalah kata kerja yang menunjukkan perintah.

Selanjutnya, kitab ini membahas huruf. Huruf adalah kata selain isim dan fi’il, yaitu kata yang tidak memiliki pengertian tertentu, kecuali setelah dihubungkan dengan isim atau fi’il.
Selain membahas isim, fi’il, dan huruf, kitab ini juga membahas kedudukan masing-masing kalimat, seperti fa’il, mubtada’, khabar, na’at wa man’ut (sifat dan yang mengikutinya), maf’ul (bih, muthlaq, min ajlih, dan ma’ah), athaf, badal, zharaf, badal, dan lainnya. Setidaknya, terdapat 24 bab yang dibahas dalam Matan al-Ajurumiyah ini. Begitu pentingnya kitab ini sehingga banyak ulama yang kemudian memberikan syarah-nya serta mengembangkan berbagai kedudukan kalimat dalam bahasa Arab. Salah satunya adalah kitab Imrithi, Alfiyah Ibnu Malik. Khusus Alfiyah Ibnu Malik, dimuat sedikitnya 1000 nazam. Dan, kitab Alfiyah ini bisa dipakai oleh santri yang sudah menguasai Ajurumiyah atau Imrithi.
Ibnu Ajurum: Ulama dari Maghribi
Pengarang kitab Matan Al-Ajurumiyah ini bernama lengkap Al-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Dawud al-Shanhaji. Ia masyhur (terkenal) dengan sebutan Ibnu Ajurum, yang dalam bahasa barbar berarti seorang fakir lagi sufi. Beliau lahir pada tahun 672 H (1273 M) di Kota Fas (Fes), Maroko (Maghribi), dan meninggal pada tahun 723 H (1322 M). Ibnu Ajurum dimakamkan di Bab al-Jadid. Di Kota Fas, Ibnu Ajurum juga dikenal dengan nama Akram (yang mulia), Ustadz, dan al-Ghassani. Ia adalah seorang ulama besar. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya tulis yang ia buat. Dalam masalah keagamaan, Ibnu Ajurum menguasai beberapa bidang ilmu, seperti ilmu faraid (waris), hisab (matematika), sastra, nahwu (tata bahasa Arab), dan qiraah (seni baca Alquran). Dari semua bidang itu, yang paling mahir adalah ilmu nahwu (tata bahasa Arab). Dilihat dari isi kitab Muqaddimah-nya dapat dipahami bahwa Ibnu Ajurum adalah ulama nahwu mazhab Kufah.
Kepakaran Ibnu Ajurum diakui ulama-ulama mutaqaddimin (terdahulu) hingga sekarang (mutaakhirin). Salah seorang muridnya yang bernama Muhammad bin Ali bin Umar al-Ghassani mengatakan, pada tahun 682 H (kira-kira masih berusia 10 tahun), Ibnu Ajurum sudah mengajar ilmu nahwu. Salah seorang pensyarah kitab Matan al-Ajurumiyah, Syaikh Muhammad bin Muhammad Ar-Ra’aini, menyebutkan, kitab tersebut dikarang oleh Ibnu Ajurum dengan senantiasa menghapal Kabah Al-Syarifah. Kemudian, ditulis tangan oleh Ibnu Maktum. Kemudian, Ibnu Ajurum tinggal di Kota Fas (Fes), Maroko, dan mengajar ilmu-ilmunya pada penduduk kota tersebut hingga tahun 719 H. Ibnu Ajurum juga memiliki banyak karya, baik dalam bentuk kitab maupun nazam. Beberapa ulama banyak memberikan syarah (komentar) terhadap karya Ibnu Ajurum ini. Di antaranya adalah karya Abdul Malik bin Jamaluddin Al-Isfiraini (1037 H), Ahmad Abdul Qadir Al-Kuhani, Hassan bin Ali Al-Kafrawi (1202 H), Khalid bin Abdullah Al-Azhari (905 H), Ahmad bin Zaini Dahlan (1304 H), Abdurahman bin Ali Sahalih Al-Makudi (801 H), Mushtafa As-Saqa, dan banyak lagi. (**sya)